Sabtu, 04 Juni 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1997
TENTANG
PENGADILAN ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi,
selaras, dan seimbang ;
b. Bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan
terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan
maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, oleh karena itu
ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan
secara khusus;
c. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan penjelasan Pasal 8
UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, pengkhususan pengadilan
anak berada dilingkungan peradilan umum dan dibentuk dengan UU;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, dan c, perlu
membentuk UU tentang peradilan anak.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945;
2. UU NO. 14 Tahun 1970 tentang Penentuan-penentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman ( Lembaran Negara Tahun 1970 No. 74, Tambahan Lembaran
Negara NO. 2951 );
3. UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum ( Lembaran Negara Tahun
1986 No. 20, Tambahan Lembaran Negara No. 3327 ).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN ANAK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaskud dengan :
1. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin.
2. Anak Nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak Pidana; atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundangundangan maupun menurut
peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.
3. Anak didik Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan adalah anak didik
Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan
dan Klien Pemasyarakatan, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan.
4. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa dirumah Tahanan
Negara, cabang rumah Tahanan Negara atau ditempat tertentu.
5. Penyidik adalah Penyidik anak.
6. Penuntut Umum adalah Penuntut Umum Anak
7. Hakim adalah hakim anak
8. Hakim Banding adalah hakim banding anak.
9. Hakim Kasasi adalah Hakim kasasi anak.
10. Orangtua Asuh adalah Orang yang secara nyata mengasuh anak, selaku
orangtua terhadap anak.
11. Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada balai
pemasyarakatan yang melakukan bimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
12. Organisasi Sosial Kemasyarakatan adalah organisasi masyarakat yang
mempunyai perhatian khusus kepada masalah Anak Nakal.
13. Penasihat Hukum adalah penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Secara Pidana.
Pasal 2
Pengadilan Anak adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berada
dilingkungan Peradilan Umum.
Pasal 3
Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut sidang Anak, bertugas dan
berwenang memeriksa, mengutuskan, dan menyelesaikan perkara anak
sebagimana ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 4
(1) Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
(2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak
yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun tetap diajukan ke Sidang Anak.
Pasal 5
(1) Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau
diduga melakukan tindak pidana maka terhadap anak tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik.
(2) Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dapat dibina oleh orangtua,
wali, atau orangtua asuh, Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut
kepada orangtua, wali, atau orangtua asuhnya.
(3) Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dibina lagi oleh
orangtua, wali, atau orangtua asuhnya, penyidik menyerahkan anak
tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari
pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 6
Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya
dalam Sidang Anak tidak memakai Toga atau pemakaian dinas.
Pasal 7
(1) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa
diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa ke sidang bagi orang
dewasa.
(2) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesiadiajukan ke Sidang Anak,
sedangkan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke
Mahkamah Militer.
Pasal 8
(1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dalam sidang
terbuka.
(3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh
anak yang bersangkutan beserta orangtua, wali, atau orangtua asuh,
penasihat hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
(4) Selain mereka yang disebut dalam ayat (3) orang-orang tertentu atas ijin
hakim atau mejelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(5) Pemberitaan mengenai perkara anak melalui sejak penyidikan sampai saat
sebelum mengucapkan putusan pengadilan menggunakan sidang singkatan
dari nama anak, orangtua, wali, atau orangtua asuhnya.
(6) Putusan pengadilan dalam memeriksa perkara anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diucapakan dalam sidang terbuka untuk umum.
BAB II
HAKIM DAN WEWENANG SIDANG ANAK
Bagian Pertama
Hakim
Pasal 9
Hakim ditetapkan berdasarkan surat keputusan Mahkamah Agung atas usul
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui ketua Pengadilan Tinggi.
Pasal 10
Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 adalah :
a. Telah berpengalaman sebagai Hakim dipengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum; dan
b. Mempunyai minat, perhjatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
Pasal 11
(1) Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama
sebagai Hakim Tunggal.
(2) Dalam hal tertentu dapat dipandang perlu, Ketua Pengadilan Negeri dapat
menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis.
(3) Hakim dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Panitera atau
seorang Panitera pengganti.
Bagian Kedua
Hakim Banding
Pasal 12
Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung atas usul Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan .
Pasal 13
Syarat-syarat yang berlaku untuk Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
berlaku pula untuk Hakim Banding.
Pasal 14
(1) Hakim Banding memeriksa dan memutuskan perkara anak dalam tingkat
banding sebagai hakim tunggal.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, ketua Pengadilan Tinggi dapat
menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis.
(3) Hakim banding dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang panitera
atau seorang panitera pengganti.
Pasal 15
Ketua Pengadilan Tinggi memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap
jalannya peradilan didalam daerah hukumnya agar Sidang Anak diselenggarakan
sesuai dengan undang-undang ini.
Bagian Ketiga
Hakim Kasasi
Pasal 16
Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 17
Syarat-syarat yang berlaku untuk Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
berlaku pula untuk Hakim Kasasi.
Pasal 18
(1) Hakim Kasasi memeriksa dan memutuskan perkara anak dalam tingkat
kasasi sebagai hakim tunggal.
(2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, Ketua Mahkamah Agung dapat
menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan Hakim Majelis.
(3) Hakim Kasasi dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang panitera
atau seorang panitera pengganti.
Pasal 19
Pengawasan tertinggi atas Sidang Anak dilakukan oleh Mahkamah Agung
Bagian Keempat
Peninjauan Kembali
Pasal 20
Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara Anak Nakal yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kekuatan
hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh anak dan atau
orangtua, wali, orangtua asuh, atau penasihat hukumnya kepada Mahkamah
Agung sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Bagian Kelima
Wewenang Sidang Anak
Pasal 21
Sidang Anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana dalam hal perkara Anak Nakal.
BAB III
PIDANA DAN TINDAKAN
Pasal 22
Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang
ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 23
(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan
pidana tambahan.
(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan.
(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak
Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barangbarang
tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
(4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. mengembalikan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,
dan latihan kerja; atau
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan
teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Pasal 25
(1) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf
a, Hakim menjatuhkan Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atau
tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(2) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf
b, hakim menjatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
(2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada
anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang
diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap
Anak Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b.
(4) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang
tidak diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur
hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
Pasal 27
Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.
Pasal 28
(1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak ½
(satu perdua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.
(2) Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak
dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.
(3) Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 (empat)
jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari.
Pasal 29
(1) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
(3) Syarat umum ialah bahwa Anak Nakal tidak akan melakukan tindak pidana
lagi selama menjalani masa pidana bersyarat.
(4) Syarat khusus ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu
yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan
kebebasan anak.
(5) Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa
pidana bersyarat bagi syarat umum.
(6) Jangka waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) paling lama 3 (tiga) tahun.
(7) Selama menjalani masa pidana bersyarat, jaksa melakukan pengawasan,
dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan bimbingan anak Nakal
menepati persyaratan yang telah ditentukan.
(8) Anak Nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Balai
Pemasyarakatan dan berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan.
(9) Selama Anak Nakal berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan dapat
mengikuti pendidikan sekolah.
Pasal 30
(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Apabila terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2
huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka anak tersebut ditempatkan dibawah pengawasan Jaksa dan
bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan.
(3) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Anak Nakal yang oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara,
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai Anak Negara.
(2) Demi kepentingan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat
mengajukan izin kepada Menteri Kehakiman agar Anak Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan di lembaga pendidikan
anak yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau swasta.
Pasal 32
Apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf c, Hakim dalam keputusannya sekaligus menentukan lembagatempat
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja tersebut dilaksanakan.
BAB IV
PETUGAS KEMASYARAKATAN
Pasal 33
Petugas Kemasyarakatan terdiri dari :
a. Pembimbing Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman;
b. Pekerja Sosial dari Departemen Sosial; dan
c. Pekerja Sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan.
Pasal 34
(1) Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf
a bertugas :
a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim
dalam perkara Anak Nakal, baik didalam maupun diluar Sidang Anak
dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan.
b. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan
putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan,
pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan
kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga
Pemasyarakatan.
(2) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 hruf b, bertugas
membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan
putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pekerja
Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 35
Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) dapat dibantu oleh
Pekerja Sosial Sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c.
Pasal 36
Ketentuan mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat bagi Pembimbing
Kemasyarakatan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Kehakiman.
Pasal 37
Ketentuan mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat bagi Pekerja Sosial
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Sosial.
Pasal 38
Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial harus mempunyai keahlian
khusus sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai keterampilan
teknis dan jiwa pengabdian dibidang usaha kesejahteraan sosial.
Pasal 39
(1) Pekerja Sosial Sukarela harus mempunyai keahlian atau keterampilan
khusus dan minat untuk membina, membimbing, dan membantu anak demi
kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial, dan perlindungan
terhadap anak.
(2) Pekerja Sosial Sukarela memberikan laporan kepada Pembimbing
Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan
terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau
tindakan.
BAB V
ACARA PENGADILAN ANAK
Bagian Pertama
Umum
Pasal 40
Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali
ditentukan lain dalam undangundang
ini.
Bagian Kedua
Perkara Anak Nakal
Paragraf 1
Penyidikan
Pasal 41
(1) Penyidikan terhadap Anak Nakal, dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
(2) Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan
oleh orang dewasa ;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
(3) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada :
a. penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang
dilakukan oleh orang dewasa ; atau
b. penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang-undang
yang berlaku.
Pasal 42
(1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.
(2) Dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, Penyidik wajib meminta
pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila
perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan,
ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.
(3) Proses penyidikan terhadap perkara Anak Nakal wajib dirahasiakan.
Paragraf 2
Penangkapan dan Penahanan
Pasal 43
(1) Penangkapan Anak Nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undangundang
Hukum acara Pidana
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna
kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari.
Pasal 44
(1) Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan
terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan
bukti permulaan yang cukup
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk
paling lama 20 (dua puluh) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan
Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk
paling lama 10 (sepuluh) hari.
(4) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) sudah harus menyerahkan berkas perkara yang
bersangkutan kepada Penuntut Umum.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan
berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum
(6) Penahanan terhadap anak dilaksanakan ditempat khusus untuk anak
dilingkungan Rumah Tahanan Negara, cabang Rumah Tahanan Negara,
atau ditempat tertentu.
Pasal 45
(1) Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh
mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
(2) Alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan
secara tegas dalam surat perintah penahanan.
(3) Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa.
(4) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus
tetap dipenuhi.
Pasal 46
(1) Untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 10
(sepuluh) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan
Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang untuk paling lama 15 (lima belas) hari.
(4) Dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari, Penuntut Umum harus
melimpahkan berkas perkara anak kepada pengadilan negeri.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan
berkas perkara belum dilimpahkanke pengadilan negeri, maka tersangka
harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 47
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim disidang pengadilan berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 15
(lima belas) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama 30
(tigapuluh) hari.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan
Hakim belum memberikan putusannya, maka anak yang bersangkutan
harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 48
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim Banding disidang pengadilan
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan anak yang sedang
diperiksa.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 15
(lima belas) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga
puluh) hari.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan
Hakim Banding belum memberikan putusannya, maka anak yang
bersangkutan harus dikeluarkan dari tahanan demi Hukum.
Pasal 49
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim Kasasi berwenang mengeluarkan
surat perintah penahanan anak yang sedang diperiksa.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk paling lama 25
(dua puluh lima) hari.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampaui dan
Hakim Kasasi belum memberikan putusannya maka anak yang
bersangkutan harus dikeluarkan dari tahanan demi Hukum.
Pasal 50
(1) Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 44, pasal 46, pasal 47, pasal 48, dan pasal 49, guna kepentingan
pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat
diperpanjang berdasarkan alas an yang patut dan tidak dapat dihindarkan
karena tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental
yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
(2) Perpanjangan penahanan sebagaimana dalam ayat (1) diberikan untuk
paling lama 15 (lima belas) hari, dan dalam hal penahanan tersebut masih
diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Perpanjangan penahanan sebagimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan
oleh :
a. Ketua Pengadilan Negeri dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;
b. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan
Negeri;
c. Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi.
(4) Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan secara bertahap dan
dengan penuh tanggung jawab.
(5) Setelah 30 (tiga puluh ) hari, walaupun perkara tersebut belum selesai
diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah
dikeluarkan dari tahanan demi Hukum.
(6) Terhadap perpanjangan penahanan sebagimana dimaksud dalam ayat (2)
tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan kepada ;
a. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan;
b. Ketua Mahkamah Agung dalam tingkat pemeriksaan Pengadilan Negeri
dan pemeriksaan banding.
Pasal 51
(1) Setiap Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan
bantuan Hukum dari seorang atau lebih penasihat Hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.
(2) Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberikan
kepada tersangka dan orangtua, wali, atau orangtua asuh, mengenai hak
memperoleh bantuanh Hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) .
(3) Setiap Anak Nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan
langsung dengan penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh
pejabat yang berwenang.
Pasal 52
Dalam memberikan bantuan Hukum kepada anak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 51 ayat (1), penasihat Hukum berkewajiban memperhatikan kepentingan
anak dan kepentingan umum serta berusaha agar suasana kekeluargaan
tetapterpelihara dan peradilan berjalan lancar.
Paragraf 3
Penuntutan
Pasal 53
(1) Penuntutan terhadap Anak Nakal dilakukan oleh penuntut Umum, yang
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain
yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.
(2) Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai penuntut Umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. Telah berpengalaman sebagai penuntut umum tindak pidana yang
dilakukan oleh orang dewasa;
b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
(3) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penuntutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada penuntut Umum yang
melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa.
Pasal 54
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan, maka ia wajib dalam waktu secepatnya membuat surat
dakwaan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum
AcaraPidana.
Paragraf 4
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Pasal 55
Dalam perkara Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2,
menuntut Umum, penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orangtua,
wali, atau orangtua asuh dan saksi, wajib hadir dalam sidang anak.
Pasal 56
(1) Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing
Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian Kemasyarakatan
mengenai anak yang bersangkutan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi;
a. Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
b. Kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan
Pasal 57
(1) Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup
untuk umum, terdakwa dipanggil masuk beserta orangtua, wali, atau
orangtua asuh, penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
(2) Selama dalam persidangan, terdakwa didampingi orangtua, wali, atau
orangtua asuh, penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 58
(1) Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa
dibawa keluar ruang sidang.
(2) Pada waktu pemeriksaan saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
orangtua, wali, atau orangtua asuh, penasihat Hukum, dan Pembimbing
Kemasyarakatan tetap hadir.
Pasal 59
(1) Sebelum mengucapkan putusannya Hakim memberikan kesempatan kepada
orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal
yang bermanfaat bagi anak.
(2) Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan
laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing Kemasyarakatan.
(3) Putusan pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
BAB VI
LEMBAGA KEMASYARAKATAN ANAK
Pasal 60
(1) Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan dilembaga pemasyarakatan Anak
yang harus terpisah dari orang dewasa.
(2) Anak yang ditempatkan dilembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya serta hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 61
(1) Anak Pidana yang belum selesai menjalani pidananya di Lembaga
Pemasyarakatan Anak dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan.
(2) Anak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun, tetapibelum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan secara terpisah dari
yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
Pasal 62
(1) Anak Pidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3 (dua pertiga) dari
pidana yang dijatuhkan yang sekurangkurangnya 9 (sembilan) bulan dan
berkelakuan baik, dapat diberikan pembebasan bersyarat.
(2) Anak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada dibawah
pengawasan Jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan yang dilaksanakan
oleh Balai Kemasyarakatan.
(3) Pembahasan bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan masa percobaan yang lamanya sama dengan sisa pidana yang
harus dijalankannya.
(4) Dalam pembahasan bersyarat ditentukan syarat umum dan syarat khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4).
(5) Pengamatan terhadap pelaksanaan bimbingan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Pasal 63
Apabila Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak berpendapat bahwa Anak Negara
setelah menjalani masa pendidikannya dalam lembaga paling sedikit 1 (satu)
tahun dan berkelakuan baik sehingga tidak memerlukan pembinaan lagi, Kepala
Lembaga Pemasyarakatan dapat mengajukan permohonan izin kepada Menteri
Kehakiman agar anak tersebut dapat dikeluarkan dari lembaga dengan atau
tanpa syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 64
Pelaksanaan ketentuan Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Perkara Anak Nakal yang pada saat berlakunya undang-undang ini :
a. sudah diperiksa tetapi belum diputus, penyelesaian selanjutnya dilaksanakan
berdasarkan hukum acara yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang
ini;
b. sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri tetapi belum diperiksa, penyelesaian
selanjutnya dilaksanakan berdasarkan hukum acara Pengadilan Anak yang
diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 66
Putusan hakim mengenai perkara Anak Nakal yang belum memperoleh kekuatan
hukum tetap, atau yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tetapi belum
dilaksanakan pada saat undang-undang ini mulai berlaku, penyelesaian
selanjutnya dilaksanakan berdasarkan undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
PASAL 67
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka Pasal 45, Pasal 46, dan
Pasal 47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 68
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Januari 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Januari 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1997 NOMOR 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar