Sabtu, 04 Juni 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya
untuk mencapai berbagai sasaran yang menunjang terwujudnya tujuan pembangunan
nasional;
c. bahwa bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertihuruf b, diwujudkan
sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis
bangunan gedung;
d. bahwa agar bangunan gedung dapat terselenggara secara tertib dan terwujud sesuai
dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d di atas perlu membentuk Undang-undang tentang Bangunan
Gedung;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah
diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG BANGUNAN GEDUNG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian, dan pem-bongkaran.
3. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung
sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan,
perawatan, dan pemeriksaan secara berkala.
4. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana
dan sarananya agar selalu laik fungsi.
5. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan
gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan
gedung tetap laik fungsi.
6. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya
dalam tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung.
7. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung
dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan
aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
8. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.
9. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
10. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik
bangunan gedung berdasarkan kesepa-katan dengan pemilik bangunan gedung, yang
menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
11. Pengkaji teknis adalah orang perorangan, atau badan hukum yang mempunyai
sertifikat keahlian untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi
bangunan gedung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
12. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha, dan lembaga
atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat
hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan
bangunan gedung.
13. Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas kelengkapan di dalam dan di
luar bangunan gedung yang mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
14. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri.
15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah kabupaten atau kota beserta perangkat
daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, kecuali untuk Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
Pasal 2
Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Pasal 3
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan
gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan
teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan;
3. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Pasal 4
Undang-undang ini mengatur ketentuan tentang bangunan gedung yang meliputi fungsi,
persyaratan, penyelenggaraan, peran masyarakat, dan pembinaan.
BAB III
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
Pasal 5
(1) Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan
budaya, serta fungsi khusus.
(2) Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah
tinggal sementara.
(3) Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
(4) Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata
dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan.
(5) Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan,
laboratorium, dan pelayanan umum.
(6) Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan
bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri.
(7) Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.
Pasal 6
(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan.
(3) Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh
Pemerintah Daerah.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan dan perubahan fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan
izin mendirikan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
(4) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan
gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.
(5) Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung
semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada
daerah lokasi bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan
budaya setempat.
Bagian Kedua
Persyaratan Administratif Bangunan Gedung
Pasal 8
(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung;
d. sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung.
(3) Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib
pembangunan dan pemanfaatan.
(4) Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Persyaratan Tata Bangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 9
(1) Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) meliputi
persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung,
dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
(2) Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 2
Persyaratan Peruntukan dan
Intensitas Bangunan Gedung
Pasal 10
(1) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung sebagai-mana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan,
ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang
ber-sangkutan.
(2) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka
tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat
yang memerlukannya.
Pasal 11
(1) Persyaratan peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang.
(2) Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau
prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan,
fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang
bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan
ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang
bersangkutan.
(2) Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian bangunan gedung
yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan keamanan,
kesehatan, dan daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan.
(3) Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan dan
ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan dan penetapan kepadatan dan ketinggian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 13
(1) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) meliputi:
a. garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan
kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;
b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan
dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.
(2) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang
dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi,
keamanan, dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan
pembangunannya.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung
Pasal 14
(1) Persyaratan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya,
serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat
terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
(2) Persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di
sekitarnya.
(3) Persyaratan tata ruang dalam bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan
gedung.
(4) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempertimbangkan
terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi,
dan selaras dengan lingkungannya.
(5) Ketentuan mengenai penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan,
dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 4
Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan
Pasal 15
(1) Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi
bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
(2) Persyaratan pengendalian dampak lingkungan pada bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Keempat
Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
Paragraf 1
Umum
Pasal 16
(1) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
(2) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung.
Paragraf 2
Persyaratan Keselamatan
Pasal 17
(1) Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran dan bahaya petir.
(2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan struktur bangunan
gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan.
(3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan
bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui
sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.
(4) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan bangunan gedung
untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir.
Pasal 18
(1) Persyaratan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) merupakan
kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh sampai dengan
kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban
muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban
muatan yang timbul akibat perilaku alam.
(2) Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi
pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan
pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
(3) Ketentuan mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa bumi dan/atau angin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi kemampuan stabilitas
struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta
proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya
api dan asap kebakaran.
(2) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi kemampuan peralatan dalam
mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana
penyelamatan kebakaran.
(3) Bangunan gedung, selain rumah tinggal, harus dilengkapi dengan sistem proteksi
pasif dan aktif.
(4) Ketentuan mengenai sistem pengamanan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) merupakan kemampuan bangunan gedung untuk
melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap
bahaya sambaran petir.
(2) Sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan instalasi
penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak,
sifat geografis, bentuk, dan penggunaannya mempunyai risiko terkena sambaran petir.
(3) Ketentuan mengenai sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Persyaratan Kesehatan
Pasal 21
Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan
bangunan gedung.
Pasal 22
(1) Sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan
sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui
bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan.
(2) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidik-an, dan bangunan
pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.
(3) Ketentuan mengenai sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan
pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan
alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.
(2) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan
pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
(3) Ketentuan mengenai sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan sanitasi
yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah,
serta penyaluran air hujan.
(2) Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga
mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak
mengganggu lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 harus
aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan.
(2) Ketentuan mengenai penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Persyaratan Kenyamanan
Pasal 26
(1) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kondisi udara
dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.
(2) Kenyamanan ruang gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang
memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan.
(3) Kenyamanan hubungan antarruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang
dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
(4) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di
dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
(5) Kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi
dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan
gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain di sekitarnya.
(6) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak
mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran
dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun
lingkungannya.
(7) Ketentuan mengenai kenyamanan ruang gerak, tata hubungan antarruang, tingkat
kondisi udara dalam ruangan, pandangan, serta tingkat getaran dan kebisingan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 5
Persyaratan Kemudahan
Pasal 27
(1) Persyaratan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi
kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan
prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
(2) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah,
aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
(3) Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada
bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup
untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah,
serta fasilitas komunikasi dan informasi.
(4) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung,
serta kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bangunan gedung untuk
menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang.
(2) Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor
disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung.
(3) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan
gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana transportasi
vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) berupa penyediaan tangga,
ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung.
(2) Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan
lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, keselamatan, dan kesehatan pengguna.
(3) Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu
dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan
keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku.
(4) Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan
sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi
bangunan gedung.
(5) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(2) harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya
bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana
kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal.
(2) Penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat dicapai
dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.
(3) Ketentuan mengenai penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bagi semua
bangunan gedung, kecuali rumah tinggal.
(2) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam bangunan
gedung dan lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)
merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung untuk kepentingan umum.
(2) Ketentuan mengenai kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Bagian Kelima
Persyaratan Bangunan Gedung Fungsi Khusus
Pasal 33
Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi khusus, selain harus
memenuhi ketentuan dalam Bagian Kedua, Bagian Ketiga, dan Bagian Keempat pada
Bab ini, juga harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis khusus yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
BAB V
PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 34
(1) Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangun-an, pemanfaatan,
pelestarian, dan pembongkaran.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
penyelenggara berkewajiban memenuhi persyaratan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Bab IV undang-undang ini.
(3) Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung, penyedia jasa
konstruksi, dan pengguna bangunan gedung.
(4) Pemilik bangunan gedung yang belum dapat memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Bab IV undang-undang ini, tetap harus memenuhi ketentuan tersebut
secara bertahap.
Bagian Kedua
Pembangunan
Pasal 35
(1) Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan dan
pelaksanaan beserta pengawasannya.
(2) Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri maupun
di tanah milik pihak lain.
(3) Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan
pemilik bangunan gedung.
(4) Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan
gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan,
kecuali bangunan gedung fungsi khusus.
Pasal 36
(1) Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
(2) Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh
pemerintah setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli.
(3) Keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) bersifat ad hoc terdiri atas para ahli yang diperlukan sesuai dengan
kompleksitas bangunan gedung.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana teknis bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan keanggotaan tim ahli
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pasal 37
(1) Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau pengguna bangunan
gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan laik
fungsi.
(2) Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi apabila telah
memenuhi persyaratan teknis, sebagaimana dimaksud dalam Bab IV undang-undang
ini.
(3) Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada bangunan gedung
harus dilakukan agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi.
(4) Dalam pemanfaatan bangunan gedung, pemilik atau pengguna bangunan gedung
mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara
berkala bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pelestarian
Pasal 38
(1) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan.
(2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan
gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang
dikandungnya.
(4) Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan cagar
budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar budaya,
harus dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) serta teknis pelaksanaan perbaikan, pemugaran dan pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pembongkaran
Pasal 39
(1) Bangunan gedung dapat dibongkar apabila:
a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau
lingkungannya;
c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
(2) Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a dan huruf b ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis.
(3) Pengkajian teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), kecuali
untuk rumah tinggal, dilakukan oleh pengkaji teknis dan pengadaannya menjadi
kewajiban pemilik bangunan gedung.
(4) Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas terhadap
keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana teknis
pembongkaran yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pembongkaran bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung
Pasal 40
(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai
hak:
a. mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan
gedung yang telah memenuhi persyaratan;
b. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan perizinan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;
c. mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang
dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah;
d. mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari
Pemerintah Daerah karena bangunannya ditetapkan sebagai bangunan yang harus
dilindungi dan dilestarikan;
e. mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari Pemerintah
Daerah;
f. mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan apabila
bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain yang bukan
diakibatkan oleh kesalahannya.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai
kewajiban:
a. menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan fungsinya;
b. memiliki izin mendirikan bangunan (IMB);
c. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan rencana teknis yang
telah disahkan dan dilakukan dalam batas waktu berlakunya izin mendirikan
bangunan;
d. meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan rencana teknis
bangunan gedung yang terjadi pada tahap pelaksanaan bangunan.
Pasal 41
(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna bangunan gedung
mempunyai hak :
a. mengetahui tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung
b. mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan pada
lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun;
c. mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan bangunan
gedung;
d. mendapatkan keterangan tentang ketentuan bangunan gedung yang laik fungsi;
e. mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau lingkungan yang
harus dilindungi dan dilestarikan.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna bangunan gedung
mempunyai kewajiban:
a. memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
b. memelihara dan/atau merawat bangunan gedung secara berkala;
c. melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan pemeliharaan
bangunan gedung;
d. melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi bangunan gedung.
e. memperbaiki bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi;
f. membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tidak
dapat diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatannya, atau tidak
memiliki izin mendirikan bangunan, dengan tidak mengganggu keselamatan dan
ketertiban umum.
BAB VI
PERAN MASYARAKAT
Pasal 42
(1) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat :
a. memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan;
b. memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan
gedung;
c. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang
terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, rencana teknis
bangunan gedung tertentu, dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan;
d. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
(2) Ketentuan mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 43
(1) Pemerintah menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung secara nasional untuk
meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di daerah.
(3) Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan
bangunan gedung.
(4) Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) melakukan pemberdayaan masyarakat yang
belum mampu untuk memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Bab IV.
(5) Ketentuan mengenai pembinaan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 44
Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Pasal 45
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat berupa:
a. peringatan tertulis,
b. pembatasan kegiatan pembangunan,
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung.
(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan
yang sedang atau telah dibangun.
(3) Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan
oleh berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika
karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari nilai bangunan
gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang
mengakibatkan cacat seumur hidup.
(3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan
gedung, jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
(4) Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) hakim memperhatikan pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 47
(1) Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan bangunan tidak laik
fungsi dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda.
(2) Pidana kurungan dan/atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
1% (satu per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan
kerugian harta benda orang lain;
b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
2% (dua per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan
kecelakaan bagi orang lain sehingga menimbulkan cacat seumur hidup
c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
(1) Peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung yang telah ada dan tidak
bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan
peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
(2) Bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah sebelum berlakunya undang-undang ini izinnya dinyatakan
masih tetap berlaku.
(3) Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin mendirikan
bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk memperoleh izin
mendirikan bangunan harus mendapatkan sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan
undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 134
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
UMUM
Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan
pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam
suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri
manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina
demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus
untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang,
serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu
dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan
gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis
bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan
kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyeleng-garaan
bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah,
sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan,
keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya,
bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya dalam
rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka
sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan
tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.
Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi
berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi baik sebagai
perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa-jasa
pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh
karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan
pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, maka semua penyelenggaraan bangunan
gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak
asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang
Bangunan Gedung.
Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi maupun arsitektur
dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan tetap mempertimbangkan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik arsitektur dan lingkungan
yang telah ada, khususnya nilai-nilai kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.
Pengaturan dalam undang-undang ini juga memberikan ketentuan pertimbangan kondisi
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Berkaitan
dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong, memberdayakan dan meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini
secara bertahap sehingga jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat
dalam menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh
semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling
membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.
Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan
ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau
peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap
mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan
undang-undang ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung dapat
diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan, serta sebagai wadah
kegiatan manusia yang memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan, termasuk
aspek kepatutan dan kepantasan.
Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung memenuhi
persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan keandalan teknis untuk menjamin
keselamatan pemilik dan pengguna bangunan gedung, serta masyarakat dan lingkungan
di sekitarnya, di samping persyaratan yang bersifat administratif.
Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan bangunan gedung
berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan ekosistem dan lingkungan di sekitar
bangunan gedung.
Asas keserasian dipergunakan sebagai landasan agar penyelenggaraan bangunan gedung
dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungan di
sekitarnya.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Dalam tiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk dengan pertimbangan
aspek sosial dan ekologis bangunan gedung.
Pengertian tentang lingkup pembinaan termasuk kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rumah tinggal sementara adalah bangunan gedung fungsi hunian yang tidak dihuni
secara tetap seperti asrama, rumah tamu, dan sejenisnya.
Ayat (3)
Lingkup bangunan gedung fungsi keagamaan untuk bangunan masjid termasuk mushola,
dan untuk bangunan gereja termasuk kapel.
Ayat (4)
Lingkup bangunan gedung fungsi usaha adalah:
a. perkantoran, termasuk kantor yang disewakan;
b. perdagangan, seperti warung, toko, pasar, dan mal;
c. perindustrian, seperti pabrik, laboratorium, dan perbengkelan;
d. perhotelan, seperti wisma, losmen, hostel, motel, dan hotel;
e. wisata dan rekreasi, seperti gedung pertemuan, olah raga, anjungan, bioskop, dan
gedung pertunjukan;
f. terminal, seperti terminal angkutan darat, stasiun kereta api, bandara, dan pelabuhan
laut;
g. penyimpanan, seperti gudang, tempat pendinginan, dan gedung parkir.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Bangunan gedung fungsi khusus adalah bangunan gedung yang fungsinya mempunyai
tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional atau yang penyelenggaraannya
dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya
tinggi, dan penetapannya dilakukan oleh menteri yang membidangi bangunan gedung
berdasarkan usulan menteri terkait.
Bangunan instalasi pertahanan misalnya kubu-kubu dan atau pangkalan-pangkalan
pertahanan (instalasi peluru kendali), pangkalan laut dan pangkalan udara, serta depo
amunisi.
Bangunan instalasi keamanan misalnya laboratorium forensik dan depo amunisi.
Ayat (7)
Kombinasi fungsi dalam bangunan gedung misalnya kombinasi fungsi hunian dan fungsi
usaha, seperti bangunan gedung rumah-toko, rumah-kantor, apartemen-mal, dan hotelmal,
atau kombinasi fungsi-fungsi usaha seperti bangunan gedung kantor-toko dan hotelmal.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan fungsi bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah diberikan dalam proses
perizinan mendirikan bangunan gedung.
Ayat (3)
Setiap perubahan fungsi bangunan gedung harus diikuti oleh pemenuhan persyaratan
bangunan gedung terhadap fungsi yang baru, dan diproses kembali untuk mendapatkan
perizinan yang baru dari Pemerintah Daerah.
Perubahan fungsi bangunan gedung termasuk perubahan pada fungsi yang sama,
misalnya fungsi usaha perkantoran menjadi fungsi usaha perdagangan atau fungsi sosial
pelayanan pendidikan menjadi fungsi sosial pelayanan kesehatan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Misalnya pembangunan bangunan gedung seperti mal, terminal, dan perkantoran yang
dibangun di atas atau di bawah jalan atau sungai, termasuk yang berada di atas atau di
bawah ruang publik.
Izin penggunaan atau pemanfaatan ruang diberikan oleh instansi yang berwenang dan
bertanggung jawab atas penyelenggaraan prasarana dan sarana umum atau fasilitas
lainnya tempat bangunan gedung tersebut akan dibangun di atasnya atau di bawahnya.
Ayat (5)
Bangunan gedung adat adalah bangunan gedung yang didirikan berdasarkan kaidahkaidah
adat atau tradisi masyarakat sesuai budayanya, misalnya bangunan rumah adat.
Bangunan gedung semi permanen adalah bangunan gedung yang digunakan untuk fungsi
yang ditetapkan dengan konstruksi semi permanen atau yang dapat ditingkatkan menjadi
permanen.
Bangunan gedung darurat adalah bangunan gedung yang fungsinya hanya digunakan
untuk sementara, dengan konstruksi tidak permanen atau umur bangunan yang tidak
lama, misalnya direksi keet dan kios penampungan sementara.
Pemerintah Daerah dapat menetapkan suatu lokasi sebagai daerah bencana dan
menetapkan larangan membangun pada batas waktu tertentu atau tak terbatas dengan
pertimbangan keselamatan dan keamanan demi kepentingan umum atau menetapkan
persyaratan khusus tata cara pembangunan apabila daerah tersebut telah dinilai tidak
membahayakan.
Bagi bangunan gedung yang rusak akibat bencana diperkenankan mengadakan perbaikan
darurat atau mendirikan bangunan gedung sementara untuk kebutuhan darurat dalam
batas waktu penggunaan tertentu, dan Pemerintah Daerah dapat membebaskan dan/atau
meringankan ketentuan perizinannya namun dengan tetap memperhatikan keamanan,
keselamatan, dan kesehatan manusia.
Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat berkewajiban menata bangunan tersebut di
atas agar menjamin keamanan, keselamatan, dan kemudahannya, serta keserasian dan
keselarasan bangunan gedung dengan arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Hak atas tanah adalah penguasaan atas tanah yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat
sebagai tanda bukti penguasaan/kepemilikan tanah, seperti hak milik, hak guna bangunan
(HGB), hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan, dan hak pakai. Status kepemilikan atas
tanah dapat berupa sertifikat, girik, pethuk, akte jual beli, dan akte/bukti kepemilikan
lainnya.
Izin pemanfaatan pada prinsipnya merupakan persetujuan yang dinyatakan dalam
perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dan pemilik
bangunan gedung.
Huruf b
Status kepemilikan bangunan gedung merupakan surat bukti kepemilikan bangunan
gedung yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hasil kegiatan pendataan
bangunan gedung.
Dalam hal terdapat pengalihan hak kepemilikan bangunan gedung, pemilik yang baru
wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Huruf c
Izin mendirikan bangunan (IMB) adalah surat bukti dari Pemerintah Daerah bahwa
pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan
dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh Pemerintah
Daerah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan orang atau badan hukum dalam undang-undang ini meliputi
orang perorangan atau badan hukum.
Badan hukum privat antara lain adalah perseroan terbatas, yayasan, badan usaha yang
lain seperti CV, firma dan bentuk usaha lainnya, sedangkan badan hukum publik antara
lain terdiri dari instansi/lembaga pemerintahan, perusahaan milik negara, perusahaan
milik daerah, perum, perjan, dan persero dapat pula sebagai pemilik bangunan gedung
atau bagian bangunan gedung.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah instansi teknis di kabupaten/kota yang
berwenang menangani pembinaan bangunan gedung.
Pendataan, termasuk pendaftaran bangunan gedung, dilakukan pada saat proses perizinan
mendirikan bangunan dan secara periodik, yang dimaksud-kan untuk keperluan tertib
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, memberikan kepastian hukum tentang
status kepemilikan bangunan gedung, dan sistem informasi.
Berdasarkan pendataan bangunan gedung, sebagai pelaksanaan dari asas pemisahan
horizontal, selanjutnya pemilik bangunan gedung memperoleh surat bukti kepemilikan
bangunan gedung dari Pemerintah Daerah.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rencana tata bangunan dan lingkungan digunakan untuk pengendalian pemanfaatan
ruang suatu lingkungan/kawasan, menindaklanjuti rencana rinci tata ruang dan sebagai
panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas bangunan gedung dan
lingkungan yang berkelanjutan dari aspek fungsional, sosial, ekonomi, dan lingkungan
bangunan gedung termasuk ekologi dan kualitas visual.
Rencana tata bangunan dan lingkungan memuat persyaratan tata bangunan yang terdiri
atas ketentuan program bangunan gedung dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan.
Rencana tata bangunan dan lingkungan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dapat
disusun berdasarkan kemitraan Pemerintah Daerah, swasta, dan/atau masyarakat sesuai
tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Intensitas bangunan gedung adalah ketentuan teknis tentang kepadatan dan ketinggian
bangunan gedung yang dipersyaratkan pada suatu lokasi atau kawasan tertentu, yang
meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan jumlah
lantai bangunan.
Ketinggian bangunan gedung adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang diizinkan
pada lokasi tertentu.
Jarak bebas bangunan gedung adalah area di bagian depan, samping kiri dan kanan, serta
belakang bangunan gedung dalam satu persil yang tidak boleh dibangun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan peruntukan lokasi adalah suatu ketentuan dalam rencana tata
ruang kabupaten/kota tentang jenis fungsi atau kombinasi fungsi bangunan gedung yang
boleh dibangun pada suatu persil/kavling/blok peruntukan tertentu.
Ayat (2)
Bangunan gedung dimungkinkan dibangun di atas atau di bawah tanah, air, atau
prasarana dan sarana umum seperti jalur jalan dan/atau jalur hijau setelah mendapatkan
izin dari pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana yang
bersangkutan, dengan pertimbangan tidak bertentangan dengan rencana tata ruang,
rencana tata bangunan dan lingkungan, tidak mengganggu fungsi prasarana dan sarana
yang ber-sangkutan, serta tetap mempertimbangkan keserasian bangunan gedung dengan
lingkungannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan
antara luas lantai dasar bangunan gedung dan luas persil/ kaveling/blok peruntukan.
Yang dimaksud dengan koefisien lantai bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan
antara luas keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas persil/ kaveling/blok
peruntukan.
Penetapan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan gedung pada suatu lokasi sesuai
ketentuan tata ruang dan diatur oleh Pemerintah Daerah melalui rencana tata bangunan
dan lingkungan (RTBL).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan garis sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan yang
dikuasai, antar massa bangunan lainnya, batas tepi sungai/ pantai, jalan kereta api,
rencana saluran, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi.
Tepi sungai adalah garis tepi sungai yang diukur pada waktu pasang tertinggi.
Tepi pantai adalah garis pantai yang diukur pada waktu pasang tertinggi dan waktu bulan
purnama.
Penetapan garis sempadan bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah dengan
mempertimbangkan aspek keamanan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, serta
keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan.
Ayat (2)
Untuk bangunan gedung fasilitas umum seperti bangunan sarana transportasi bawah
tanah, penetapan jarak bebas bangunan ditetapkan secara khusus oleh Pemerintah Daerah
setelah mempertimbangkan pendapat para ahli.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Persyaratan arsitektur bangunan gedung dimaksudkan untuk mendorong perwujudan
kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang mampu mencerminkan jati diri dan
menjadi teladan bagi lingkungannya, serta yang dapat secara arif mengakomodasikan
nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Ayat (2)
Pertimbangan terhadap bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di
sekitar bangunan gedung dimaksudkan untuk lebih menciptakan kualitas lingkungan,
seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan serta warna
bangunan gedung.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan
persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung,
disamping untuk mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung dan daerah
hijau di sekitar bangunan.
Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang
ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta permukaan
tanah, dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi serta estetika.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar pada
suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.
Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan adalah
bangunan gedung yang dapat menyebabkan:
a. perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang melampaui baku
mutu lingkungan menurut peraturan perundang-undangan;
b. perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui kriteria yang
diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah;
c. terancam dan/atau punahnya spesies-spesies yang langka dan/atau endemik, dan/atau
dilindungi menurut peraturan perundang-undangan atau kerusakan habitat alaminya;
d. kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung (seperti hutan lindung, cagar
alam, taman nasional, dan suaka margasatwa) yang ditetap-kan menurut peraturan
perundang-undangan;
e. kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung peninggal-an sejarah
yang bernilai tinggi;
f. perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi;
g. timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau pemerintah.
Ayat (2)
Huruf a
Persyaratan lingkungan bangunan gedung meliputi persyaratan-per-syaratan ruang
terbuka hijau pekarangan, ruang sempadan bangunan, tapak basement, hijau pada
bangunan, sirkulasi dan fasilitas parkir, pertandaan, dan pencahayaan ruang luar
bangunan gedung.
Huruf b
Persyaratan terhadap dampak lingkungan berpedoman kepada Undang-undang tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, tentang kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
Huruf c
Persyaratan teknis pengelolaan dampak lingkungan meliputi persyaratan teknis
bangunan, persyaratan pelaksanaan konstruksi, pembuangan limbah cair dan padat, serta
pengelolaan daerah bencana.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan gedung
yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan
bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Sistem proteksi pasif adalah suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung yang
berbasis pada desain struktur dan arsitektur sehingga bangunan gedung itu sendiri secara
struktural stabil dalam waktu tertentu dan dapat menghambat penjalaran api serta panas
bila terjadi kebakaran.
Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran adalah sistem deteksi dan alarm
kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistem
hidran, hose-reel, sistem sprinkler, dan pemadam api ringan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Persyaratan kemampuan mendukung beban muatan selain beban berat sendiri, beban
manusia, dan beban barang juga untuk mendukung beban yang timbul akibat perilaku
alam seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan
material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan perbedaan panas,
serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan akibat serangga perusak
dan jamur.
Ayat (2)
Variasi pembebanan adalah variasi beban bangunan gedung pada kondisi kosong, atau
sebagian kosong dan sebagian maksimum. Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih
dari dua lantai harus disertai dengan perhitungan struktur dalam menyusun rencana
teknisnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan
mampu menahan secara struktural terhadap beban muatannya yang dinyatakan dalam
tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang meliputi ketahanan dalam memikul
beban, penjalaran api (integritas), dan penjalaran panas (isolasi).
Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum dan/atau volume
maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang
diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk
melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang
bersebelahan.
Pemisahan adalah pemisahan vertikal pada bukaan dinding luar, pemisahan oleh dinding
tahan api, dan pemisahan pada shaft lift.
Bukaan adalah lubang pada dinding atau lubang utilitas (ducting AC, plumbing, dsb.)
yang harus dilindungi atau diberi katup penyetop api/asap untuk mencegah merambatnya
api/asap ke ruang lainnya.
Untuk mendukung efektivitas sistem proteksi pasif dipertimbangkan adanya jalan
lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran dan/atau jalan belakang
(brandgang) yang dapat dipakai untuk evakuasi dan/atau pemadaman api.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah sederhana sehat, tidak
diwajibkan dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan aktif, tetapi disesuaikan
berdasarkan kemampuan setiap pemilik bangunan gedung serta pertimbangan
keselamatan bangunan gedung dan lingkungan disekitarnya.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Sistem penghawaan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam
bangunan gedung.
Ayat (2)
Ketentuan bukaan untuk ventilasi alami bangunan gedung juga disesuaikan terhadap
ketinggian bangunan gedung dan kondisi geografis.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Sistem pencahayaan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam
bangunan gedung.
Pencahayaan buatan adalah penyediaan penerangan buatan melalui instalasi listrik
dan/atau sistem energi dalam bangunan gedung agar orang di dalamnya dapat melakukan
kegiatannya sesuai fungsi bangunan gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Penyaluran air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan/atau ke saluran jaringan sumur
kota sesuai ketentuan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pada bangunan gedung yang karena fungsinya mempersyaratkan tingkat kenyamanan
tertentu, untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan
dapat dilakukan dengan pengkondisian udara.
Pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan
energi dalam bangunan gedung.
Ayat (5)
Kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan massa bangunan, rancangan
bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi
ruang luar bangunan, ruang terbuka hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan
terhadap gangguan silau dan pantulan sinar.
Ayat (6)
Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak
menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan
kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang
berasal dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan.
Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak
menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam
melakukan kegiatan.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan aksesibilitas pada bangunan gedung meliputi jalan masuk, jalan
keluar, hubungan horizontal antarruang, hubungan vertikal dalam bangunan gedung dan
sarana transportasi vertikal, serta penyediaan akses evakuasi bagi pengguna bangunan
gedung, termasuk kemudahan mencari, menemukan, dan menggunakan alat pertolongan
dalam keadaan darurat bagi penghuni dan terutama bagi para penyandang cacat, lanjut
usia, dan wanita hamil, terutama untuk bangunan gedung pelayanan umum.
Aksesibilitas harus memenuhi fungsi dan persyaratan kinerja, ketentuan tentang jarak,
dimensi, pengelompokan, jumlah dan daya tampung, serta ketentuan tentang
konstruksinya.
Yang dimaksud dengan :
- mudah, antara lain kejelasan dalam mencapai ke lokasi, diberi keterangan dan
menghindari risiko terjebak;
- nyaman, antara lain melalui ukuran dan syarat yang memadai;
- aman, antara lain terpisah dengan jalan ke luar untuk kebakaran, kemiringan
permukaan lantai, serta tangga dan bordes yang mempunyai pegangan atau
pengaman.
Ayat (3)
Kelengkapan prasarana dan sarana bangunan gedung, yaitu jenis, jumlah/
volume/kapasitas, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan per-syaratan
lingkungan lokasi bangunan gedung sesuai ketentuan yang berlaku.
Fasilitas komunikasi dan informasi seperti sistem komunikasi, rambu penuntun, petunjuk,
dan media informasi lain.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bencana lain, seperti bila terjadi gempa, kerusuhan, atau kejadian
darurat lain yang menyebabkan pengguna bangunan gedung harus dievakuasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah sederhana sehat, tidak
diwajibkan dilengkapi dengan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
usia.
Bangunan gedung fungsi hunian seperti apartemen, flat atau sejenisnya tetap diharuskan
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Instansi yang berwenang adalah instansi yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bertugas membina dan/atau menyelenggarakan bangunan
gedung dengan fungsi khusus.
Pasal 34
Ayat (1)
Kegiatan pengawasan bersifat melekat pada setiap kegiatan penyelenggaraan bangunan
gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan mengenai penyedia jasa konstruksi mengikuti peraturan perundang-undangan
tentang jasa konstruksi.
Ayat (4)
Pelaksanaan penahapan pemenuhan ketentuan dalam undang-undang ini diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat.
Pasal 35
Ayat (1)
Perencanaan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan penyusunan rencana teknis
bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan persyaratan teknis yang ditetapkan, sebagai
pedoman dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan pendirian, perbaikan,
penambahan, perubahan, atau pemugaran konstruksi bangunan gedung dan/atau instalasi
dan/atau perlengkapan bangunan gedung sesuai dengan rencana teknis yang telah
disusun.
Pengawasan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan pengawasan pelaksanaan
konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir
pekerjaan atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perjanjian tertulis adalah akta otentik yang memuat ketentuan
mengenai hak dan kewajiban setiap pihak, jangka waktu berlakunya perjanjian, dan
ketentuan lain yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.
Kesepakatan perjanjian sebagaimana dimaksud di atas harus memperhatikan fungsi
bangunan gedung dan bentuk pemanfaatannya, baik keseluruhan maupun sebagian.
Ayat (4)
Rencana teknis bangunan gedung dapat terdiri atas rencana-rencana teknis arsitektur,
struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang dalam, dan
disiapkan oleh penyedia jasa perencanaan yang memiliki sertifikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail
pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat
teknis, rencana anggaran biaya pembangunan, dan laporan perencanaan.
Persetujuan rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk izin mendirikan bangunan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan asas kelayakan administrasi dan teknis, prinsip pelayanan
prima, serta tata laksana pemerintahan yang baik.
Perubahan rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap pelaksanaan harus
dilakukan oleh dan/atau atas persetujuan perencana teknis bangunan gedung, dan
diajukan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang untuk mendapatkan
pengesahan.
Untuk bangunan gedung fungsi khusus izin mendirikan bangunannya ditetapkan oleh
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
Pasal 36
Ayat (1)
Tim ahli dibentuk berdasarkan kapasitas dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk
membantu memberikan nasihat dan pertimbangan profesional atas rencana teknis
bangunan gedung untuk kepentingan umum atau tertentu.
Ayat (2)
Untuk bangunan gedung fungsi khusus, rencana teknisnya harus mendapat-kan
pertimbangan dari tim ahli terkait sebelum disetujui oleh instansi yang berwenang dalam
pembinaan teknis bangunan gedung fungsi khusus.
Ayat (3)
Keberadaan tim ahli bangunan gedung disesuaikan dengan kompleksitas bangunan
gedung yang memerlukan nasihat dan pertimbangan profesional, dapat mencakup
masyarakat ahli di luar disiplin bangunan gedung sepanjang diperlukan, bersifat
independen, objektif, dan tidak terdapat konflik kepentingan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud laik fungsi, yaitu berfungsinya seluruh atau sebagian dari bangunan
gedung yang dapat menjamin dipenuhinya persyaratan tata bangunan, serta persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan
fungsi yang ditetapkan.
Ayat (2)
Suatu bangunan gedung dinyatakan laik fungsi apabila telah dilakukan pengkajian teknis
terhadap pemenuhan seluruh persyaratan teknis bangunan gedung, dan Pemerintah
Daerah mengesahkannya dalam bentuk sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
Ayat (3)
Pemeriksaan secara berkala dilakukan pemilik bangunan gedung melalui pengkaji teknis
sebagai persyaratan untuk mendapatkan atau perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan
gedung.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Peraturan perundang-undangan yang terkait adalah Undang-undang tentang Cagar
Budaya.
Ayat (2)
Bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dapat berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang berumur paling sedikit 50
(lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun,
serta dianggap mempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan,
termasuk nilai arsitektur dan teknologinya.
Ayat (3)
Yang dimaksud mengubah, yaitu kegiatan yang dapat merusak nilai cagar budaya
bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Perbaikan, pemugaran, dan pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungan yang harus
dilindungi dan dilestarikan harus dilakukan dengan memperhatikan nilai sejarah dan
keaslian bentuk serta pengamanannya sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan
fungsinya semula, atau dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensi pengembangan lain
yang lebih tepat berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Pemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi berarti akan
membahayakan keselamatan pemilik dan/atau pengguna apabila bangunan gedung
tersebut terus digunakan.
Dalam hal bangunan gedung dinyatakan tidak laik fungsi tetapi masih dapat diperbaiki,
pemilik dan/atau pengguna diberikan kesempatan untuk memperbaikinya sampai dengan
dinyatakan laik fungsi.
Dalam hal pemilik tidak mampu, untuk rumah tinggal apabila tidak laik fungsi dan tidak
dapat diperbaiki serta membahayakan keselamatan penghuni atau lingkungan, bangunan
tersebut harus dikosongkan. Apabila bangunan tersebut membahayakan kepentingan
umum, pelaksanaan pembongkarannya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Huruf b
Yang dimaksud dapat menimbulkan bahaya adalah ketika dalam pemanfaatan bangunan
gedung dan/atau lingkungannya dapat mem-bahayakan keselamatan masyarakat dan
lingkungan.
Huruf c
Termasuk dalam pengertian bangunan gedung yang tidak sesuai peruntukannya
berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, sehingga tidak dapat diproses
izin mendirikan bangunannya.
Ayat (2)
Pemerintah Daerah menetapkan status bangunan gedung dapat dibongkar setelah
mendapatkan hasil pengkajian teknis bangunan gedung yang dilaksanakan secara
profesional, independen dan objektif.
Ayat (3)
Dikecualikan bagi rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah
sederhana sehat.
Kedalaman dan keluasan tingkatan pengkajian teknis sangat bergantung pada
kompleksitas dan fungsi bangunan gedung.
Ayat (4)
Rencana teknis pembongkaran bangunan gedung termasuk gambar-gambar rencana,
gambar detail, rencana kerja dan syarat-syarat pelaksanaan pembongkaran, jadwal
pelaksanaan, serta rencana pengamanan lingkungan.
Pelaksanaan pembongkaran yang memakai peralatan berat dan/atau bahan peledak harus
dilaksanakan oleh penyedia jasa pembongkaran bangunan gedung yang telah
mendapatkan sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Persetujuan rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan
merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang melekat pada Pemerintah Daerah.
Persetujuan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan gedung yang telah
memenuhi persyaratan diperoleh secara cuma-cuma dari instansi yang berwenang.
Huruf b
Perizinan pembangunan bangunan gedung berupa izin mendirikan bangunan gedung
yang diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cepat dan murah/terjangkau setelah
rencana teknis bangunan gedung disetujui.
Biaya izin mendirikan bangunan gedung bersifat terjangkau disesuaikan dengan fungsi,
kepemilikan, dan kompleksitas bangunan gedung, serta dimaksudkan untuk mendukung
pembiayaan pelayanan perizinan, menerbitkan surat bukti kepemilikan bangunan gedung
dan pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung.
Huruf c
Surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan
diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cuma-cuma.
Huruf d
Penetapan insentif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
Peraturan Daerah.
Huruf e
Izin tertulis dari Pemerintah Daerah berupa perubahan izin mendirikan bangunan gedung
karena adanya perubahan fungsi bangunan gedung.
Huruf f
Penetapan ganti rugi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
Peraturan Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Pemilik dan pengguna bangunan gedung dapat memperoleh secara cuma-cuma informasi
pedoman tata cara, keterangan persyaratan dan penyelenggaraan serta peraturan
bangunan gedung yang tersedia di Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Huruf a
Tidak dibenarkan memanfaatkan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi yang
telah ditetapkan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi bangunan gedung meliputi pemeriksaan
terhadap pemenuhan persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung sesuai
dengan fungsinya, dengan tingkatan pemeriksaan berkala disesuaikan dengan jenis
konstruksi, mekanikal dan elektrikal, serta kelengkapan bangunan gedung.
Pemeriksaan secara berkala dilakukan pada periode tertentu, atau karena adanya
perubahan fungsi bangunan gedung, atau karena adanya bencana yang berdampak
penting pada keandalan bangunan gedung, seperti kebakaran dan gempa.
Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pengkaji teknis yang
kompeten dan memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta
melaporkan kepada Pemerintah Daerah atas hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Pemerintah Daerah mengatur kewajiban pemeriksaan secara
berkala, dan dapat secara acak melakukan pemeriksaan atas hasil pengkajian teknis yang
dilakukan oleh pengkaji teknis.
Huruf e
Perbaikan dilakukan terhadap seluruh, bagian, komponen, atau
bahan bangunan gedung yang dinyatakan tidak laik fungsi dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh pengkaji teknis, sampai dengan dinyatakan telah laik fungsi.
Huruf f
Selain pemilik, pengguna juga dapat diwajibkan membongkar
bangunan gedung dalam hal yang bersangkutan terikat dalam perjanjian menggunakan
bangunan yang tidak laik fungsi.
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Apabila terjadi ketidaktertiban dalam pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian, dan pembongkaran bangunan gedung, masyarakat dapat menyampaikan
laporan, masukan, dan usulan kepada Pemerintah Daerah.
Setiap orang juga berperan dalam menjaga ketertiban dan
memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti dalam memanfaatkan fungsi bangunan gedung
sebagai pengunjung pertokoan, bioskop, mal, pasar, dan pemanfaat tempat umum lain.
Huruf b
Yang dimaksud dengan penyempurnaan termasuk perbaikan
Peraturan Daerah tentang bangunan gedung sehingga sesuai dengan undang-undang ini.
Huruf c
Penyampaian pendapat dan pertimbangan dapat melalui tim ahli
bangunan gedung yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah atau melalui forum dialog dan
dengar pendapat publik.
Penyampaian pendapat tersebut dimaksudkan agar masyarakat
yang bersangkutan ikut memiliki dan bertanggung jawab dalam penataan bangunan dan
lingkungannya.
Huruf d
Gugatan perwakilan dapat dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan oleh perorangan atau kelompok orang yang mewakili para pihak
yang dirugikan akibat adanya penyelenggaraan bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, atau membahayakan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Pembinaan dilakukan dalam rangka tata pemerintahan yang baik melalui
kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan sehingga setiap penyelenggaraan
bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang
sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.
Pengaturan dilakukan dengan pelembagaan peraturan perundang-undangan, pedoman,
petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai dengan di daerah dan
operasionalisasinya di masyarakat.
Pemberdayaan dilakukan terhadap para penyelenggara bangunan gedung dan aparat
Pemerintah Daerah untuk menumbuh-kembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan
perannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Pengawasan dilakukan melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan
perundang-undangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.
Ayat (2)
Pelaksanaan pembinaan oleh Pemerintah Daerah berpedoman pada peraturan perundangundangan
tentang pembinaan dan pengawasan atas pemerintahan daerah.
Ayat (3)
Masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung seperti masyarakat ahli, asosiasi
profesi, asosiasi perusahaan, masyarakat pemilik dan pengguna bangunan gedung, dan
aparat pemerintah.
Ayat (4)
Pemberdayaan masyarakat yang belum mampu dimaksudkan untuk menumbuhkan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan bangunan gedung melalui upaya
internalisasi, sosialisasi, dan pelembagaan di tingkat masyarakat.
Pasal 44
Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan pemilik dan/atau pengguna bangunan
gedung dari kewajibannya memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang
ini.
Yang dimaksud dengan sanksi administratif adalah sanksi yang diberikan oleh
administrator (pemerintah) kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung tanpa
melalui proses peradilan karena tidak terpenuhinya ketentuan undang-undang ini.
Sanksi administratif meliputi beberapa jenis, yang pengenaannya bergantung pada tingkat
kesalahan yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung.
Yang dimaksud dengan nilai bangunan gedung dalam ketentuan sanksi adalah nilai
keseluruhan suatu bangunan pada saat sedang dibangun bagi yang sedang dalam proses
pelaksanaan konstruksi, atau nilai keseluruhan suatu bangunan gedung yang ditetapkan
pada saat sanksi dikenakan bagi bangunan gedung yang telah berdiri.
Pasal 45
Ayat (1)
Sanksi administratif ini bersifat alternatif.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pemba-ngunan adalah
surat perintah penghentian pekerjaan pelaksanaan sampai dengan penyegelan bangunan
gedung.
Huruf d
Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung adalah surat
perintah penghentian pemanfaatan sampai dengan penyegelan bangunan gedung.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Pelaksanaan pembongkaran dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemilik bangunan
gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Untuk membantu proses peradilan dan menjaga objektivitas serta nilai keadilan, hakim
dalam memutuskan perkara atas pelanggaran tersebut dengan terlebih dahulu
mendapatkan pertimbangan dari tim ahli di bidang bangunan gedung.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bangunan gedung yang telah memiliki izin mendirikan bangunan sebelum disahkannya
undang-undang ini, secara berkala tetap harus dinilai kelaikan fungsinya sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang ini.
Bangunan gedung yang telah memiliki izin mendirikan bangunan sebelum disahkannya
undang-undang ini, juga harus didaftarkan bersamaan dengan kegiatan pendataan
bangunan gedung secara periodik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, atau
berdasarkan prakarsa masyarakat sendiri.
Ayat (3)
Bangunan gedung yang belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat dan setelah
diberlakukannya undang-undang ini, diwajibkan mengurus izin mendirikan bangunan
melalui pengkajian kelaikan fungsi bangunan gedung dan mendapatkan sertifikat laik
fungsi.
Pengkajian kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pengkaji teknis dan dapat
bertahap sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat berdasarkan
penetapan oleh Pemerintah Daerah.
Dalam hal belum terdapat pengkaji teknis dimaksud, pengkajian teknis dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan dan memberikan kemudahan serta
pelayanan yang baik kepada masyarakat yang akan mengurus izin mendirikan bangunan
atau sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
Pasal 49
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4247

Tidak ada komentar:

Posting Komentar